BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar
Belakang Masalah
Hampir di setiap sekolah dapat dijumpai program Bimbingan dan Konseling atau
disingkat (BK). Program Bimbingan dan Konseling lebih menyangkut atau
mementingkan pada upaya dalam hal memfasilitasi atau memberikan samacam
fasilitas kepada para peserta didik agar mampu mengembangkan potensi dirinya.
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa keberadaan program Bimbingan dan Konseling (BK) di sekolah saat ini sangat dibutuhkan. Hal ini menyangkut pada tugas dan perannya terhadap peserta didik. Selain itu juga, iklim dan lingkungan yang “tidak sehat” membuat keberadaan program Bimbingan dan Konseling (BK) menjadi sangat dibutuhkan dan mutlak ada. Misalnya saja kenakalan pada siswa yang merupakan salah satu faktor penyebab lingkungan atau iklim menjadi rusak, yakni siswa merupakan aktor utama dalam peristiwa tersebut.
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa keberadaan program Bimbingan dan Konseling (BK) di sekolah saat ini sangat dibutuhkan. Hal ini menyangkut pada tugas dan perannya terhadap peserta didik. Selain itu juga, iklim dan lingkungan yang “tidak sehat” membuat keberadaan program Bimbingan dan Konseling (BK) menjadi sangat dibutuhkan dan mutlak ada. Misalnya saja kenakalan pada siswa yang merupakan salah satu faktor penyebab lingkungan atau iklim menjadi rusak, yakni siswa merupakan aktor utama dalam peristiwa tersebut.
Kenakalan siswa merupakan
suatu bentuk perilaku siswa yang menyimpang dari aturan sekolah. Kenakalan
siswa banyak macamnya. Salah satunya ialah membolos atau masuk tidak teratur.
Membolos disebut kenakalan remaja karena membolos sudah merupakan perilaku yang
mencerminkan telah melanggar aturan sekolah.
Kata “BOLOS” sangat populer
dikalangan pelajar. Dari beberapa survei, jumlah siswa yang membolos pada
jam efektif sekolah hanya sedikit dibandingkan dari jumlah siswa yang tidak
membolos, terlepas sekecil apapun dari jumlah tersebut harus menjadi perhatian
bagi institusi yang bernama sekolah, karena apabila disikapi dengan cuek bebek,
tidak tertutup kemungkinan yang kecil akan menjadi besar dan menjelma menjadi
bola salju liar yang akan terus menggelinding hingga jumlah siswa yang membolos
sekolah akan terus meningkat.
Perilaku membolos sebenarnya
bukan merupakan hal yang baru lagi bagi banyak pelajar. Setidaknya bagi mereka
yang pernah mengenyam pendidikan. Hal ini disebabkan kerena perilaku membolos
itu sendiri telah ada sejak dulu.
Tindakan membolos
dikedepankan sebagai sebuah jawaban atas kejenuhan yang sering dialami oleh
banyak siswa terhadap kurikulum sekolah. Buntutnya memang akan menjadi fenomena
yang jelas - jelas akan mencoreng lembaga persekolahan itu sendiri. Tidak hanya
di kota - kota besar saja siswa yang terlihat sering membolos, bahkan sekolah
yang letaknya di daerah - daerah pun prilaku membolos sudah menjadi kegemaran.
Banyak siswa yang sering
membolos bukan hanya di sekolah - sekolah tertentu saja tetapi banyak sekolah
mengalami hal yang sama. Hal ini disebabkan oleh faktor - faktor internal dan
faktor - faktor eksternal dari anak itu sendiri. Faktor eksternal yang
kadang kala menjadikan alasan membolos adalah mata pelajaran yang tidak
diminati atau tidak disenangi. Bagi siswa yang kebanyakan remaja dan penuh
dengan jiwa yang mementingkan kebebasan dalam berfikir dan beraktifitas, hal
ini sangat mengganggu sekali. Sebab, masa remaja adalah masa yang penuh gelora
dan semangat kreatifitas. Menurut pandangan psikologis, usia seseorang antara
15 - 21 tahun adalah usia dalam masa pencarian jati diri. Tentu saja sistem
pendidikan yang ketat tanpa diimbangi dengan pola pengajaran yang sifatnya 'menyejukkan'
membuat anak tidak lagi betah di sekolah. Mereka yang tidak tahan itulah yang
kemudian mencari pelarian dengan membolos, walaupun secara tidak langsung hal
seperti ini sebenarnya bukan merupakan suatu jawaban yang baik. Hal ini
dapat dibuktikan bahwa siswa yang suka membolos seringkali menjadi ikut serta
terlibat pada hal - hal yang cenderung merugikan. Namun
anehnya lagi dan sungguh sangat disayangkan, bahwa ketika fenomena membolos atau fenomena pelajar yang terlibat dan terjerumus dalam penggunaan narkotika, pergaulan sex bebas hingga tawuran terkuak ke permukaan, sekolah seakan - akan ingin lepas tangan dan seperti tidak tahu menahu. Terbukti, pihak sekolah masih menganggap mereka yang terlibat hal - hal demikian ialah tergolong anak - anak ‘nakal’ dengan beralasan bahwa anak - anak yang patuh (tidak nakal) lebih banyak dibandingkan anak - anak yang suka membolos (anak - anak nakal). Hal seperti memang benar adanya. Tetapi bukan berarti mereka yang taat dan patuh di sekolah menjadi terselamatkan. Justru sebaliknya, tekanan pendidikan dengan kurikulum yang cukup ketat justru menciptakan keresahan secara psikologis. Seperti yang terlihat bahwa pada akhir - akhir ini, siswa - siswi di sekolah - sekolah sering mengalami hysteria massal. Hal itu dikarenakan oleh luapan emosi yang sudah tak terkendali melalui alam bawah sadar dan biasanya kerap tingkah laku menjadi tidak terkendali. Tumpuan kesalahan prilaku membolos kebanyakan di bebankan kepada anak didik yang terlibat membolos. Ketika kasus demi kasus dapat terungkap, anak didiklah yang menjadi beban kesalahan. Ini adalah sikap yang tidak mendukung yang justru hanya akan menambah masalah. Sikap humanis dan saling introspeksi diri itu adalah hal yang mendukung untuk menyelesaikan masalah prilaku membolos. Unsur - unsur yang ada di sekolah bisa saja menjadi alasan untuk siswa agar bisa membolos. Seperti fenomena yang telah di paparkan di atas bukan saja anak yang menjadi tumpuan dan beban kesalahan.
anehnya lagi dan sungguh sangat disayangkan, bahwa ketika fenomena membolos atau fenomena pelajar yang terlibat dan terjerumus dalam penggunaan narkotika, pergaulan sex bebas hingga tawuran terkuak ke permukaan, sekolah seakan - akan ingin lepas tangan dan seperti tidak tahu menahu. Terbukti, pihak sekolah masih menganggap mereka yang terlibat hal - hal demikian ialah tergolong anak - anak ‘nakal’ dengan beralasan bahwa anak - anak yang patuh (tidak nakal) lebih banyak dibandingkan anak - anak yang suka membolos (anak - anak nakal). Hal seperti memang benar adanya. Tetapi bukan berarti mereka yang taat dan patuh di sekolah menjadi terselamatkan. Justru sebaliknya, tekanan pendidikan dengan kurikulum yang cukup ketat justru menciptakan keresahan secara psikologis. Seperti yang terlihat bahwa pada akhir - akhir ini, siswa - siswi di sekolah - sekolah sering mengalami hysteria massal. Hal itu dikarenakan oleh luapan emosi yang sudah tak terkendali melalui alam bawah sadar dan biasanya kerap tingkah laku menjadi tidak terkendali. Tumpuan kesalahan prilaku membolos kebanyakan di bebankan kepada anak didik yang terlibat membolos. Ketika kasus demi kasus dapat terungkap, anak didiklah yang menjadi beban kesalahan. Ini adalah sikap yang tidak mendukung yang justru hanya akan menambah masalah. Sikap humanis dan saling introspeksi diri itu adalah hal yang mendukung untuk menyelesaikan masalah prilaku membolos. Unsur - unsur yang ada di sekolah bisa saja menjadi alasan untuk siswa agar bisa membolos. Seperti fenomena yang telah di paparkan di atas bukan saja anak yang menjadi tumpuan dan beban kesalahan.
Betapa seriusnya perilaku
membolos ini perlu mendapat perhatian penuh dari berbagai pihak. Bukan saja
hanya perhatian yang berasal dari pihak sekolah, melainkan juga perhatian yang
berasal dari orang tua, teman maupun pemerintah. Perilaku membolos sangat
merugikan dan bahkan bisa saja menjadi sumber masalah baru. Apabila hal ini
terus menerus dibiarkan berlalu, maka yang bertanggung jawab atas semua ini
bukan saja dari siswa itu sendiri melainkan dari pihak sekolah ataupun guru
yang menjadi orang tua di sekolah juga akan ikut menangungnya.
2. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini
ialah :
1. Apa pengertian dari membolos ?
2. Apa saja faktor - faktor yang menjadi
penyebab siswa membolos ?
3. Apakah akibat yang akan ditimbulkan oleh
siswa yang suka membolos ?
4. Bagaimana peran program Bimbingan dan
Konseling (BK) dalam hal
mengatasi siswa yang suka membolos ?
5. Peran dan Fungsi Bimbingan Konseling (BK)
dalam Mengatasi Siswa yang
Suka Membolos ?
BAB II
PEMBAHASAN
Kehadiran
yang tidak teratur merupakan problem besar di sekolah - sekolah saat ini. Ketidakhadiran
yang dimaksud di sini adalah ketidakhadiran yang disebabkan karena alasan yang
tidak jelas, bukan karena alasan sakit atau lainnya. Jika ketidakhadiran siswa
dikarenakan sakit atau ada kepentingan, dalam artian masih bisa memberikan
alasan yang jelas, hal itu masih bisa diterima. Tetapi jika alasannya tidak
jelas mengapa ia tidak hadir atau tidak masuk sekolah, hal ini perlu penanganan
serius. Sebab, cepat atau lambat masalah ini akan berdampak buruk baik untuk
siswa itu sendiri maupun terhadap lingkungan sekolahnya.
Pergi ke
sekolah bagi remaja merupakan suatu hak sekaligus kewajiban sebagai sarana
mengenyam pendidikan dalam rangka meningkatkan kehidupan yang lebih baik.
Sayang, kenyataannya banyak remaja yang enggan melakukannya tanpa alasan yang
dapat dipertanggungjawabkan. Banyak yang akhirnya membolos. Perilaku yang
dikenal dengan istilah truancy ini dilakukan dengan cara,
siswa tetap pergi dari rumah pada pagi hari dengan berseragam, tetapi mereka
tidak berada di sekolah. Perilaku ini umumnya ditemukan pada remaja mulai
tingkat pendidikan SMP. Salah satu penyebabnya terkait dengan masalah kenakalan
remaja secara umum. Perilaku tersebut tergolong perilaku yang tidak adaptif
sehingga harus ditangani secara serius. Penanganan dapat dilakukan dengan
terlebih dahulu mengetahui penyebab munculnya perilaku membolos tersebut.
Sebelum
kita memasuki pengertian dari membolos, faktor - faktor yang menjadi penyebab
siswa membolos, akibat yang akan ditimbulkan pada siswa yang suka membolos
serta peran dari progam Bimbingan dan Konseling (BK) dalam hal mengatasi siswa
yang suka membolos, tidak ada salahnya terlebih dahulu mengetahui apa itu
bimbingan dan konseling.
A.
Pengertian
Membolos
Membolos dapat diartikan sebagai
perilaku siswa yang tidak masuk sekolah dengan alasan yang tidak tepat, atau
membolos juga dapat dikatakan sebagai ketidakhadiran siswa tanpa adanya suatu
alasan yang jelas. Membolos merupakan salah satu bentuk dari kenakalan siswa,
yang jika tidak segera diselesaikan atau dicari solusinnya dapat menimbulkan
dampak yang lebih parah. Oleh karena itu penanganan terhadap siswa yang suka
membolos menjadi perhatian yang sangat serius.
Penanganan tidak saja dilakukan oleh
sekolah, tetapi pihak keluarga juga perlu dilibatkan. Malah terkadang penyebab
utama siswa membolos lebih sering berasal dari dalam keluarga itu sendiri. Jadi
komunikasi antara pihak sekolah dengan pihak keluarga menjadi sangat penting
dalam pemecahan masalah siswa tersebut.
B.
Faktor
- Faktor Penyebab Siswa Membolos
Penyebab siswa membolos dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Beberapa faktor - faktor penyebab siswa
membolos dapat dikelompokkan menjadi dua faktor, yakni faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri
siswa bisa berupa karakter siswa yang memang suka membolos, sekolah hanya
dijadikan tempat mangkal dari rutinitas - rutinitas yang membosankan di rumah.
Sementara itu, faktor
eksternal adalah faktor yang dipengaruhi dari luar siswa, misalnya kebijakan
sekolah yg tidak berdamai dengan kepentingan siswa, guru yang tidak
profesional, fasilitas penunjang sekolah misal laboratorium dan perpustakaan
yang tidak memadai, bisa juga kurikulum yang kurang bersahabat sehingga
mempengaruhi proses belajar di sekolah.
Selain faktor internal dan faktor
eksternal yang telah dikemukakan di atas, Faktor pendukung munculnya perilaku
membolos sekolah pada remaja juga dapat dikelompokkan sebagai berikut.
a.
Faktor
Keluarga
Mungkin kita pernah
mendengar (atau mungkin sering) ada siswa yang tidak diperbolehkan masuk
sekolah oleh orang tuanya. Untuk suatu alasan tertentu mungkin hal ini dianggap
paling efisien untuk mengatasi krisis atau permasalahan dalam keluarganya.
Misalkan kakaknya sakit, sementara kedua orang tuanya harus pergi bekerja
mencari nafkah. Untuk menemani kakaknya tersebut maka adiknya terpaksa tidak
masuk sekolah. Untuk alasan tersebut bolehlah sang adik tidak masuk sekolah.
Tapi yang menjadi masalah terkadang anak tersebut tidak membuat surat izin
kepada pihak sekolah, sehingga piha sekolah tidak tahu duduk permasalahannya.
Yang mereka tahu si A membolos. Sementara dampaknya bagi anak tersebut ialah ia
harus kehilangan waktu belajarnya. Jika hal ini menjadi kebiasaan (membolos),
lambat laun siswa tersebut tidak peduli lagi dengan peraturan. Ia akan berbuat
seenaknya, terserah mau masuk atau tidak.
·
Orang
tua yang tidak peduli terhadap pendidikan. Selain itu sikap orang tua terhadap
sekolah juga memberi pengaruh yang besar pada anak. Jika orang tua menganggap
bahwa sekolah itu tidak penting dan hanya membuang-buang waktu saja, atau juga
jika mereka menanamkan perasaan pada anak bahwa ia tidak akan berhasil, anak
ini akan berkurang semangatnya untuk masuk sekolah. Biasanya sikap orang tua
yang menganggap bahwa pendidikan itu tidak penting karena mereka sendiri orang
yang kurang berpendidikan. Akibatnya penghargaan terhadap pendidikan hanya
dipandang sebelah mata. Bahkan mereka menuntut agar anak-anaknya untuk bekerja
saja mencari uang. Ironisnya mereka juga menuntut agar anaknya memperoleh hasil
yang lebih besar dari kemampuan anak tersebut. Orang tua seperti ini tidak
memiliki pandangan jauh ke depan, sebagai imbasnya masa depan anaklah yang
menjadi korban.
·
Membeda
- bedakan anak. Ada orang tua yang beranggapan bahwa pendidikan bagi anak
laki-laki lebih penting daripada anak perempuan. Anak laki - lakilah yang
menjadi tumpuan dan kebanggaan keluarga, sementara anak perempuan pada akhirnya
akan kawin dan hanya mengurusi masalah dapur, sehingga tidak memerlukan
pendidikan yang terlalu tinggi. Dalam hal ini, anak perempuan didorong untuk
tidak masuk sekolah. Mengurangi uang saku. Meskipun tidak semua anak
menginginkan uang saku yang banyak, namun tidak sedikit pula anak - anak yang
merasa kurang percaya diri jika uang saku mereka sedikit dibanding dengan
teman-temannya. Sehingga akibatnya pada anak tersebut ialah ia menjadi malas
untuk masuk sekolah.
Di zaman modern seperti sekarang ini
uang selalu dapat berbicara, tak terkecuali pada bidang pendidikan. Banyak
sekolah-sekolah yang mengharuskan siswa-siswanya untuk membeli LKS, buku wajib,
dan segala dan kebutuhan lain demi kepentingan proses belajar. Untuk
barang-barang tersebut kadang orang tua tidak mau mengeluarkan uang untuk membelinya.
Maka siswa yang tidak membeli akan malu pada siswa lain yang membeli. Dan siswa
yang tidak membeli akan malas untuk berangkat ke sekolah.
b.
Kurangnya
Kepercayaan Diri
Sering rasa kurang percaya diri
menjadi penghambat segala aktifitas. Faktor utama penghalang kesuksesan ialah
kurangnya rasa percaya diri. Ia mematikan kreatifitas siswa. Meskipun begitu
banyak ide dan kecerdasan yang dimiliki siswa, tetapi jika tidak berani atau
merasa tidak mampu untuk melakukannya sama saja percuma. Perasaan diri tidak
mampu dan takut akan selalu gagal membuat siswa tidak percaya diri dengan
segala yang dilakukannya. Ia tidak ingin malu, merasa tidak berharga, serta
dicemoohsebagai akibat dari kegagalan tersebut. Perasaan rendah diri tidak
selalu muncul pada setiap mata pelajaran. Terkadang ia merasa tidak mampu
dengan mata pelajaran matematika, tetapi ia mampu pada mata pelajaran biologi.
Pada mata pelajaran yang ia tidak suka, ia cenderung berusaha untuk
menghindarinya, sehingga ia akan pilih-pilih jika akan masuk sekolah. Sementara
itu siswa tidak menyadari bahwa dengan tidak masuk sekolah justru membuat
dirinya ketinggalan materi pelajaran. Melarikan diri dari masalah malah akan
menambah masalah tersebut.
c.
Perasaan
yang Termarginalkan
Perasaan tersisihkan tentu tidak
diinginkan semua orang. Tetapi kadang rasa itu muncul tanpa kita inginkan.
Seringkali anak dibuat merasa bahwa ia tidak diinginkan atau diterima di
kelasnya. Perasaan ini bisa berasal dari teman sekelas atau mungkin gurunya
sendiri dengan sindiran atau ucapan. Siswa yang ditolak oleh teman-teman
sekelasnya, akan merasa lebih aman berada di rumah. Ada siswa yang tidak masuk
sekolah karena takut oleh ancaman temannya. Ada juga yang diacuhkan oleh
teman-temannya, ia tidak diajak bermain, atau mengobrol bersama. Penolakan
siswa terhadap siswa lain dapat disebabkan oleh faktor tertentu, misalnya
faktor SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar golongan).
d.
Faktor
Personal
Faktor personal misalnya
terkait dengan menurunnya motivasi atau hilangnya minat akademik siswa, kondisi
ketinggalan pelajaran, atau karena kenakalan remaja seperti konsumsi alkohol
dan minuman keras.
e.
Faktor
yang Berasal dari Sekolah
Tanpa disadari, pihak sekolah
bisa jadi menyebabkan perilaku membolos pada remaja, karena sekolah kurang
memiliki kepedulian terhadap apa yang terjadi pada siswa. Awalnya barangkali
siswa membolos karena faktor personal atau permasalahan dalam keluarganya.
Kemudian masalah muncul karena sekolah tidak memberikan tindakan yang
konsisten, kadang menghukum kadang menghiraukannya. Ketidak konsistenan ini
akan berakibat pada kebingungan siswa dalam berperilaku sehingga tak jarang
mereka mencoba - coba membolos lagi. Jika penyebab banyaknya perilaku membolos
adalah faktor tersebut, maka penanganan dapat dilakukan dengan melakukan
penegakan disiplin sekolah. Peraturan sekolah harus lebih jelas dengan sangsi -
sangsi yang dipaparkan secara eksplisit, termasuk peraturan mengenai presensi
siswa sehingga perilaku membolos dapat diminimalkan.
Selanjutnya, faktor lain
yang perlu diperhatikan pihak sekolah adalah kegiatan belajar mengajar yang
berlangsung di sekolah. Dalam menghadapi siswa yang sering membolos, pendekatan
individual perlu dilakukan oleh pihak sekolah. Selain terkait dengan
permasalahan pribadi dan keluarga, kepada siswa perlu ditanyakan pandangan
mereka terhadap kegiatan belajar di sekolah, apakah siswa merasa tugas - tugas
yang ada sangat mudah sehingga membosankan dan kurang menantang atau sebaliknya
sangat sulit sehingga membuat frustasi. Tugas pihak sekolah dalam membantu
menurunkan perilaku membolos adalah mengusahakan kondisi sekolah hingga nyaman
bagi siswa - siswanya. Kondisi ini meliputi proses belajar mengajar di kelas,
proses administratif serta informal di luar kelas.
Dalam seting sekolah, guru
memiliki peran penting pada perilaku siswa, termasuk perilaku membolos. Jika
guru tidak memperhatikan siswanya dengan baik dan hanya berorientasi pada
selesainya penyampaian materi pelajaran di kelas, peluang perilaku membolos
pada siswa semakin besar karena siswa tidak merasakan menariknya pergi ke
sekolah. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk memperhatikan siswa
sehingga mereka tertarik datang dan merasakan manfaat sekolah adalah dengan
melakukan pengenalan terhadap apa yang menjadi minat tiap siswa, apa yang
menyulitkan bagi mereka, serta bagaimana perkembangan mereka selama dalam
proses pembelajaran. Dengan perhatian seperti itu siswa akan terdorong untuk
lebih terbuka terhadap guru sehingga jika ada permasalahan, guru dapat segera
membantu. Dengan suasana seperti itu siswa akan tertarik pergi ke sekolah dan
perilaku membolos yang mengarah pada kenakalan remaja dapat dikurangi. Tentu
saja, pendekatan dari pihak sekolah ini hanya menjadi salah satu faktor saja.
Faktor lainnya seperti faktor personal dan faktor keluarga juga tak kalah
penting dan memberi kontribusi besar dalam perilaku membolos, sehingga
pencarian mengenai penyebab yang pasti dari perilaku membolos perlu dilakukan
terlebih dahulu sebelum kita menetapkan pihak mana yang layak melakukan
intervensi.
Sekolah merupakan tempat
terjadinya proses belajar mengajar. Di sana tempat siswa - siswa belajar ilmu
pengetahuan. Belajar akan lebih berhasil bila bahan yang dipelajari menarik
perhatian anak. Karena itu bahan harus dipilih yang sesuai dengan minat anak
atau yang di dalamnya nampak dengan jelas adanya tujuan yang sesuai dengan
tujuan anak melakukan aktivitas belajar. Jadi, suasana kelas sangat berpengaruh
terhadap motivasi belajar siswa. Selain itu, tujuan pembelajaran yang jelas
juga akan memudahkan siswa dalam pemahamannys. Sehingga siswa tidak akan bosan
dan mudah mengikuti kegiatan pembelajaran.
Jadi, dapat dikatakan bahwa
faktor sekolah merupakan faktor yang berisiko meningkatkan munculnya perilaku
membolos pada remaja, yaitu antara lain kebijakan mengenai pembolosan yang
tidak konsisten, interaksi yang minim antara orang tua siswa dengan pihak
sekolah, guru-guru yang tidak suportif, atau tugas-tugas sekolah yang kurang
menantang bagi siswa.
C.
Akibat
yang Ditimbulkan oleh Siswa yang Membolos
Anak yang dapat ke sekolah tapi
sering membolos, akan mengalami kegagalan dalam pelajaran. Meskipun dalam teori
guru harus bersedia membantu anak mengejar pelajaran yang ketinggalan, tetapi
dalam prakteknya hal ini sukar dilaksanakan. Kelas berjalan terus. Bahkan
meskipun ia hadir, ia tidak mengerti apa yang diajarkan oleh guru, karena ia
tidak mempelajari dasar - dasar dari mata pelajaran - mata pelajaran yang
diperlukan untuk mengerti apa yang diajarkan.
Selain mengalami kegagalan belajar,
siswa tersebut juga akan mengalami marginalisasi atau perasaan tersisihkan oleh
teman-temannya. Hal ini kadang terjadi manakala siswa tersebut sudah begitu
“parah” keadaannya sehingga anggapan teman-temannya ia anak nakal dan perlu
menjaga jarak dengannya.
Hal yang tidak mungkin
terlewatkan ketika siswa membolos ialah hilangnya rasa disiplin, ketaatan
terhadap peraturan sekolah berkurang. Bila diteruskan, siswa akan acuh tak acuh
pada urusan sekolahnya. Dan yang lebih parah siswa dapat dikeluarkan dari
sekolah. Lalu karena tidak masuk, secara otomatis ia tidak mengikuti pelajaran
yang disampaikan guru. Akhirnya ia harus belajar sendiri untuk mengejar
ketertinggalannya. Masalah akan muncul manakala ia tidak memahami materi
bahasan. Sudah pasti ini juga akan berpengaruh pada nilai ulangannya.
II.1.
Pengertian Bimbingan Konseling (BK)
Bimbingan (guide / guidance) dapat disama artikan dengan mengarahkan, memandu
(guide). Jadi, bimbingan adalah kegiatan memandu atau mengarahkan siswa untuk
menemukan jati dirinya atau membantu siswa menemukan jalan keluar yang terbaik
dalam hidupnya dengan mempertimbangkan segi positif dan negatif bagi siswa itu
sendiri.
Bimbingan dan konseling merupakan dua istilah yang sering dirangkaikan bagaikan
kata majemuk. Hal itu mengisyaratkan bahwa kegiatan bimbingan
kadang - kadang dilanjutkan dengan kegiatan konseling. Beberapa
ahli menyatakan bahwa konseling merupakan inti atau jantung hati dari
kegiatan bimbingan. Ada pula yang menyatakan bahwa konseling merupakan salah
satu jenis layanan bimbingan. Dengan demikian dalam istilah bimbingan sudah termasuk
di dalamnya kegiatan konseling. Kelompok yang sesuai dengan pandangan di atas
menyatakan bahwa terminologilayanan bimbingan dan konseling dapat
diganti dengan layanan bimbingan saja.
Untuk memperjelas pengertian kedua istilah tersebut, berikut ini dikemukakan
pengertian bimbingan dan pengertian konseling.
II.1.1.
Pengertian Bimbingan
Banyak ahli berusaha merumuskan pengertian bimbingan
dan konseling. Dalam merumuskan kedua istilah tersebut mereka memberikan
tekanan pada aspek tertentu dari kegiatan tersebut. Untuk lebih jelasnya,
berikut ini dikemukakan beberapa rumusan tentang istilah bimbingan.
Menurut Jones (1963), Guidance is the help given by
one person to another in making choice and adjustments and in solving problems.
Dalam pengertian tersebut terkandung maksud bahwa tugas pembimbing hanyalah
membantu agar individu yang dibimbing mampu membantu dirinya sendiri, sedangkan
keputusan terakhir tergantung kepada individu yang dibimbing(klien).
Ini senada dengan pengertian
bimbingan yang dikemukakan oleh Rachman natawidjaja (1978) :
Bimbingan adalah proses
pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan,
supaya individu tersebut dapat memahami dirinya sehingga ia sanggup mengarahkan
diri dan dapat bertindak wajar sesuai dengan tuntutan dan keadaan keluarga
serta masyarakat. Dengan demikian, dia dapat mengecap kebahagiaan hidupnya
serta dapat memberikan sumbangan yang berarti.
Selanjutnya Bimo Walgito (1982 : 11) menyarikan
beberapa rumusan bimbingan yang dikemukakan para ahli, sehingga mendapatkan
rumusan sebagai berikut.
Bimbingan adalah bantuan
atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau sekumpulan individu -
individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan - kesulitan di dalam
kehidupannya, agar individu atau sekumpulan individu - individu itu dapat
mencapai kesejahteraan hidupnya. Dari beberapa pengertian bimbingan yang dikemukakan
oleh banyak ahli itu, dapat dikemukakan bahwa bimbingan merupakan ;
a) suatu proses yang berkesinambungan
b) suatu proses membantu
individu
c) bantuan yang
diberikan itu dimaksudkan agar individu yang bersangkutan dapat mengarahkan dan
mengembangkan dirinya secara optimal sesuai dengan kemampuan/potensinya, dan
d) kegiatan
yang bertujuan utama memberikan bantuan agar individu dapat memehami keadaan
dirinya dan mampu menyesuaikan dengan lingkungannya.
Untuk melaksanakan bimbingan
tersebut diperlukan petugas yang telah memiliki keahlian dan pengalaman khusus
dalam bimbingan dan konseling.
D. Peran dan Fungsi Bimbingan
Konseling (BK) dalam Mengatasi Siswa yang Suka Membolos
Bimbingan Konseling atau sering disebut sebagai BP dahulu
sering kali menjadi momok atau bahkan sesuatu yang dibenci oleh siswa karena
lebih berfungsi sebagai pengadilan siswa dari pada membimbing siswa. Jika ada
siswa yang bermasalah melanggar aturan sekolah maka langsung dipanggil guru BP
untuk dilakukan pembinaan yang cenderung ke arah penghakiman. Paradigma itu
semestinya perlu sedikit diubah yaitu bahwa Bimbingan Konseling tidak hanya
mengurusi anak yang bermasalah melanggar aturan sekolah namun juga harus bisa
berfungsi sebagai teman bagi siswa dan pelajar hingga bisa menjadi tempat
curhat. Bimbingan konseling semestinya bisa memberikan rasa nyaman kepada siswa
dengan dapat memberikan banyak solusi terhadap masalah-masalah yang dihadapi
siswa baik stres masalah pelajaran, keluarga,pertemanan dan lain
sebagainya. Perubahan paradigma
ini diharapkan kenakalan maupun stress dikalangan siswa bisa semakin
dieliminir.
Kewajiban sekolah, selain mengajar (dalam arti hanya mengisi otak anak - anak
dengan berbagai ilmu pengetahuan), juga berusaha membentuk pribadi anak menjadi
manusia yang berwatak baik. Mengajar tidak sekedar transfer pengetahuan, tetapi
lebih kepada usaha untuk membentuk pribadi santun dan mampu berdiri sendiri.
Sehingga jika terjadi suatu permasalahan pada siswa, pendidik atau pihak
sekolah juga turut memikirkannya, berusaha mencarikan jalan keluar.
Dalam menghadapi anak tersebut peran BK sangatlah penting. Sebagai sarana untuk
mencari solusi, fungsi BK cukup efisien. Melalui pendekatan personal,
harapannya siswa dapat lebih terbuka dengan pemasalahannya, sehingga pembimbing
dapat memahami dan mendapat gambaran secara jelas apa yang sedang dihadapi
siswa. Menghentikan sepenuhnya kebiasaan membolos memang tidaklah mudah dan
sangatlah minim kemungkinannya. Tetapi usaha untuk meminimalisisir kebiasaan
tidak baik tersebut tentu ada. Dan salah satu usaha dari pihak sekolah ialah
dengan program Bimbingan Konseling (BK). Kita mungkin pernah melihat atau
bahkan mengalami sendiri bagaimana rasanya dihukum karena membolos. Padahal
menghukum bukanlah satu-satunya jalan untuk membuat siswa jera dalam melakukan
perbuatannya. Bisa jadi hal tersebut malah menjadikan anak lebih bengal dan
lebih susah ditangani. Sebab siswa remaja merupakan masa kondisi emosi yang
tidak labil, mudah tersinggung dan mudah sekali marah. Ibaratnya tulang rusuk,
jika dipaksakan untuk lurus maka ia akan patah. Oleh karena itu, penanganannya
harus hati - hati.
a. Tindakan
yang dapat dilakukan·
·
Dengan Mengetahui Faktor - Faktor
Penyebabnya
Dengan mengetahui faktor -
faktor penyebabnya, pembimbing sedikit tahu bagaimana kondisi permasalahan
siswa. Langkah selanjutnya ialah melalui pendekatan supaya siswa yang membolos
mau menerima arahan dari pembimbing. Adapun jika siswa masih bersikap tertutup,
tidak mau menceritakan permasalahan mengapa ia membolos, maka pembimbing
menggunakan cara lain yaitu menanyakan pada teman dekatnya. Begitu semua
informasi yang diperlukan telah diperoleh, pembimbing langsung mengambil
tindakan preventif dan pengobatan. Seperti yang telah dikemukakan di atas,
pencegahan tidak harus melalui hukuman. Memberi nasehat dan arahan yang baik
akan lebih mengena dari pada membentak dan memarahinya. Tidak teraturnya anak
masuk sekolah tidak sepenuhnya terletak pada siswa. Ada banyak sebab yang
terletak di luar kekuasaan anak, atau yang kurang dikuasai anak. Jadi kegiatan
membolos siswa tidak sepenuhnya kesalahan siswa. Ada faktor dari luar yang juga
turut andil dalam pembolosan tersebut. Oleh karena itu, tugas BK selain memberi
arahan pada siswa juga mengkondisikan lingkungan sekolahnya sebaik mungkin
supaya siswa merasa betah berada di sekolah. Selain itu pembimbing juga selalu
menjalin komunikasi dengan keluarga siswa ada kesepakatan dalam usaha mengatasi
masalah anak.
·
Menerapkan Gerakan Disiplin
Gerakan disiplin ini difokuskan untuk memantau para
pelajar yang membolos atau pergi pada waktu jam-jam sekolah. Biasanya mereka
barada di tempat keramaian atau di tempat hiburan. Pelajar yang membolos selain
merugikan dirinya sendiri juga berpotensi untuk menimbulkan keresahan di
masyarakat karena biasanya pelajar yang suko membolos mempunyai tingkat kenakalan
yang tinggi dan justru sering medekati kriminal seperti pengompasan pelajar
yang lebih kecil atau dibawahnya sampai dengan tawuran dan pesta miras. Sex
bebas di kalangan pelajar juga muncul dari fenomena bolos sekolah dimana orang
tua sering kali tidak di rumah karena harus bekerja dimanfaatkan untuk berbuat
negatif. Fenomena bolos sekolah ini sebenarnya tidak bisa dianggap remeh karena
dari sinilah banyak hal tentang kerusakan moral pelajar dimulai. Oleh karena
itu perlu tindakan tegas dari para aparat Satpol PP untuk sering melakukan
operasi agar menjadi sebuah shock therapy yang mempunyai efek jera bagi para
pembolos dan juga ketegasan dari pihak sekolah untuk mencegah siswanya bolos
sekolah. Kalaupun siswa harus keluar sekolah pada jam sekolah haruslah seijin
sekolah dengan menggunakan surat ijin.
·
Sosialisasi Kepada
Pengelola Hiburan
Pihak Dinas Pendidikan dibantu oleh Kesbanglinmas dan
Satpol PP serta berkoordinasi dengan Kepolisian harus terus mensosialisasikan
kepada para pengelola hiburan seperti Play Station untuk tidak menerima
konsumen Pelajar pada jam sekolah. Kebanyakan pelajar yang bolos sekolah
”bersembunyi” di sana. Setelah sosialisasi dirasa cukup mungkin dengan
penempelan stiker atau poster tentang larangan pelajar bermain di waktu jam
sekolah maka ditingkatkan menjadi taraf pemantauan. Jika dari pihak pengelola
masih membiarkan para pelajar bolos bermain di situ maka dapat diberi
peringatan ,jika peringatan tidak diindahkan maka bisa dilakukan penyegelan
sementara atau bahkan penutupan paksa disesuaikan dengan aturan yang berlaku.
Sesungguhnya yang paling dominan dalam
mempengaruhi siswa membolos adalah keberadaan guru. Guru yang ideal harus
berfungsi sebagai Designer of
Instruction. Sebagai Designer, guru harus mampu membuat pembelajaran
menarik dan tidak membosankan, tapi seperti yang telah kita ketahui banyak guru
yang tidak mampu sebagai peracik bahan - bahan pengajaran yang kemudian dikemas
dan di sajikan menarik kepada siswa, sehingga pada gilirannya siswa merasa jenuh
di kelas.
Dan tidak kalah pentingnya guru ideal adalah guru yang mampu menempatkan
dirinya sebagai Evaluator of Instruction, guru diharapkan sebagai penilai hasil
ujian siswa dengan mengedepankan kejujuran, transparansi dalam menilai
siswanya. Tapi banyak sekali guru dengan kesibukannya mencari tambahan ekonomi
keluarga, melakukan penilaian dengan cara “ngaji (mengarang biji)” nilai siswa
dikarang karena tidak punya waktu banyak untuk menilai satu persatu siswanya.
Hal inilah bisa sebagai pemicu siswa membolos.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Keadaan dimana
siswa tidak datang kesekolah untuk mengikuti pelajaransebagaimana mestinya pada jam yang telah ditetapkan atau suatu perbuatan mangkir, melarikan diri dari aktifitas sekolah. Membolos merupakan salah satu kenakalan siswa yang dalam penanganannya perlu perhatian yang serius. Memang tidak sepenuhnya kegiatan membolos dapat dihilangkan, tetapi usaha untuk meminimalisir tetap ada. Untuk melaksanakan bimbingan tersebut diperlukan petugas yang telah memiliki keahlian dan pengalaman khusus dalam bimbingan dan konseling.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar